Sabtu, 30 Juli 2011

Diklat Jurnalistik Jikalahari

Oleh Aang Ananda Suherman

@Suasana pelatihan
TAK BANYAK, sekitar sepuluh orang duduk bentuk huruf U. Ada roti, gorengan dan dua gelas teko; isi teh dan kopi, 25 juli 2011, di kantor Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari).
Pagi itu, Jikalahari taja Diklat Jurnalistik. Rencananya dua hari, hingga 26 Juli 2011. “Kita ingin anggota Jikalahari bisa nulis dan bikin documenter video,” kata Muslim, Koordinator Jikalahari, saat pembukaan acara.

Jikalahari sebuah organisasi berbentuk forum. Berdiri pada 26 Februari 2002 di Pekanbaru. Jikalahari terdaftar di pengadilan Negeri Pekanbaru, dicatatkan Notaris Rahmat Nauli Siregar, no. 05 tangal 21 Mei 2004. Hingga kini, ada 23 organisasi anggota; 15 LSM, tujuh Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) dan satu organisasi kelompok studi.

Soal keinginan semua anggota Jikalahari ingin jago nulis, beberapa kali sempat saya dengar dari Fadil Nandila, Wakil Koordinator Jikalahari. Baik pertemuan formal dan informal. “Kelemahan aktivis kita, disbanding Jawa, tak bisa menuliskan laporan dari lapangan dengan baik,” kata Fadil.

Pesertanya, ada enam organisasi anggota Jikalahari; Yayasan Kabut, Yayasan Bunga Bangsa, WWF Riau, Elang. Dan dua Mapala dari Universitas Riau; Sungkai dari Fakultas Pertanian dan Phylomina asal Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Dan tiga mahasiswa kader Gurindam 12.

Forum Pers Mahasiswa (Fopersma) Riau dan Gurindam 12 ambil bagian jadi pemateri. Fopersma berikan materi soal Sembilan Elemen Jurnalisme dan Teknik Menulis. Gurindam 12 soal bikin dan editing video.

Fopersma kumpulan pers mahasiswa se Riau, baru miliki enam anggota; Visi Universitas Lancang Kuning, Aklamasi Universitas Islam Riau, Bahana Mahasiswa Universitas Riau, Gagasan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Aksara Universitas Muhammadiyah Riau, dan Tekad tabloid punya jurusan Komunikasi FISIP Universitas Riau.

Sedangkan Gurindam 12 anggota Asosiasi Televisi Kerakyatan Indonesia (Asteki). Gurindam 12 lahir bulan Juni 2010, mereka pakai konsep jurnalisme warga. “Tak hanya wartawan, warga biasa pun bisa hasilkan karya jurnalistik, itu yang kita mau,” kata Sodik, Pemimpin Redaksi Gurindam 12. Sodik mewakili Gurindam jadi pemateri dalam acara ini.

Dari Fopersma Riau, Made Ali, kini penulis di www.lookriau.com sampaikan soal Sembilan Elemen Jurnalisme, dan saya berikan Teknik Menulis.

“Apa itu kebenaran? Kebenaran versi siapa?” kata Made Ali, mengawali materi. Made merunut kesembilan elemen. Ia banyak bicara buku Sembilan Elemen Jurnalisme karya Bill Kovach dan Tom Rossentiel. “Saya bukan promosikan buku ini, tapi buku ini emang bagus. Sayangnya sejak buku ini mucul di Indonesia, mutu jurnalisme kita belum juga baik.”

Made juga sampaikan saat harian lokal Riau meliput konflik masyarakat Pulau Padang, Kabupaten Meranti Riau, dengan PT. RAPP, perusahaan APRIL Group. Contohnya saat terbakarnya eskavator dan camp milik perusahaan. “Media malah hembuskan spekulasi, desas-desus, bukan lansung turun ke lapangan dan lakukan verfikasi,” kata Made.

“Jangan mudah percaya sama sumber kepolisian, semua harus diverifikasi.” Fopersma Riau juga pernah bikin analisis soal ini (http://forumpersmahasiswariau.blogspot.com/2011/06/analisis-media-harian-lokal-di-riau.html). Intinya, satu setengah jam habis buat diskusi soal sembilan elemen jurnalisme.

Pukul 11.30, Saya mulai dengan materi Teknis Menulis. Saya mulai dengan apa beda tulisan Piramida Terbalik dan Feature. Apa itu Narasi serta apa itu laporan investigasi. Saya juga sampaikan empat tugas pokok wartawan; riset, wawancara, analisis, dan menulis. “Riset, selain reportase data, berguna agar wartawan tak mengulang apa yang telah ditulis orang lain. Untu ngecek itu, langkah awal kan tinggal ‘selancar’ di google.”

Saya juga sampaikan soal 5 W + 1 H; what, who, where, when, why dan how. “Ini harus diperhatikan dalam tulisan.” Ditambah bicara bagaimana mempersiapkan sebuah naskah; tentukan focus, angel, outline, baru tulis.

Sesi Gurindam 12 mulai usai makan siang. Sodik jelaskan teknik bikin video. Tentu diawali dengan pengenalan alat yang digunakan. Seterusnya soal angel, sampai editing.



Hari Kedua, 26 Juli 2011

USAI materi, hari kedua mulai simulasi. Sebelum simulasi, ada briefing sejenak. Baik dari Fopersma dan Gurindam 12. Peserta dibagi tiga kelompok. Sodik berikan beberapa tema untuk diliput. Ada soal pasar, pengarjin rotan, makanan khas Riau dan pembangunan Fly Over di Pekanbaru. Tiap orang harus bikin satu tulisan—bisa feature atau piramida terbalik, dan tiap kelompok bikin satu video. Waktu dari pukul 10.00 hingga pukul 17.00.

Pukul 17.00, dilakukan evaluasi. Dipilih satu tulisan dan satu video. Saya berikan penilaian pada tulisan soal makanan khas Riau. Penulisnya wakil dari Mapala Sungkai. Ia angkat soal Bolu Kemojo. Kebiasan orang bilang, Bolu Kemojo emang khas Riau. Beberapa koreksi saya berikan; EYD salah, fokus belum baik, dan seterusnya, maklum kesalahan pemula.

Selanjutnya Sodik berikan penilaian pada Video, juga soal Bolu Kemojo. Sodik juga koreksi soal angel, kehalusan video. “Tapi untuk pemula ini sudah bagus.”

Usai evaluasi didapat kesepakatan bersama; peserta yang hadir akan bentuk sebuah komunitas, sekali seminggu kumpul. Tugasnya? Bikin video soal Pekanbaru, “Mungkin bisa dimulai dengan hal kecil, kita bikin video soal sampah di Pekanbaru?” Sepakat.

@Sodik berikan buku Agama Saya Adalah Jurnalisme
Jelang bubar, saat foto bersama, Jikalahari bagikan buku Agama Saya Adalah Jurnalisme karya Andreas Harsono. Andreas satu dari tiga orang Jakarta yang berkesempatan menggali ilmu dari Bill Kovach, di Universitas Harvard. Dua lagi; Goenawan Muhammad dan Ratih Harjono.

Pemberian buku secara simbolis dilakukan oleh Saya dan Sodik pada peserta. Semua ada sepuluh buku. “Buku ini emang bermutu, ini bukan promosi.”

6 komentar: